Tingkatkan Kualitas Koneksi Broadband Internet, LPP TVRI Lakukan Ujicoba Pemanfaatan Non-Geostationary Orbit (NGSO) Satelit Low Earth Orbit (LEO) Starlink

Naufal Anri

20 - Dec - 2023 20:43

Berita - Nasional

Berita
Berita
Berita
Berita

Jakarta (01/12/2023) - LPP TVRI telah melakukan ujicoba pemanfaatan Non-Geostationary Orbit (NGSO) Satelit Low Earth Orbit (LEO) Starlink, dengan hasil memuaskan. 

Ujicoba pemanfaatan Satelit Non-Geostationary Orbit (NGSO) Low Earth Orbit (LEO) Starlink dilakukan pada hari Jumat, tanggal 01 Desember di halaman Gedung Pusat Produksi Siaran (GPPS) TVRI, Jl. Gerbang Pemuda, No. 8, Jakarta Pusat, didukung oleh salah satu teknologi provider bidang satelit, PT. Tangara Mitrakom (TM), yang bertindak sebagai Reseler Penyedia Layanan Mango Star dari Telkomsat, pemilik Hak Labuh Satelit Khusus Non Geostationer (NGSO) Starlink di Indonesia.

Dalam kegiatan yang berlangsung hampir sehari penuh tersebut, dilakukan ujicoba berbagai konfigurasi teknik yang memungkinkan diperolehnya kualitas koneksi broadband internet yang stabil, efisien, dan tahan gangguan (robust).

Ujicoba dilakukan di bawah arahan secara langsung oleh Direktur Teknik LPP TVRI, Satriyo Dharmanto, dan diawasi oleh Ketua Tim Perencana & Pengendali Teknologi Produksi & Penyiaran, Agustinus Dimas Angga dan Ketua Tim Pengendali Mutu & Standardisasi TPP, Lutfi Nur Haiban, serta secara khusus dihadiri oleh salah satu Tokoh Telekomunikasi Nasional, sekaligus pelaku Sejarah (Project Manager) peluncuran satelit pertama Indonesia, Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa, tanggal 9 Juli 1976, Arnold P.H. Djiwatampu. SKSD Palapa dipergunakan oleh TVRI sejak tahun 1976, dan sampai saat ini TVRI masih menggunakan Teknologi satelit untuk mendukung siaran secara nasional, yaitu mendukung distribusi jaringan penyiaran dari Master Control Room (MCR) di Jakarta, sampai ke 172 stasiun transmisi yang tersebar di seluruh Indonesia, yang kemudian disiarkan secara teresterial menggunakan sistem TV Digital Terrestrial DVB-T2 di masing-masing wilayah layanan.

Dari sisi teknis, user terminal Starlink memiliki ukuran 57cm x 51cm dan dilengkapi embedded motor yang memiliki kemampuan auto-pointing (automatic tilt/pan) berdasarkan lokasi GPS sehingga memudahkan pengguna dalam mengoperasikan perangkat tersebut. Sistem komunikasi user terminal Starlink ke Satelit dan sebaliknya menggunakan pita frekuensi Ku di frekuensi 14.0 – 14.5 GHz (terminal to satellite) dan 10.7 – 12.7 GHz (satellite to user terminal). Adapun ujicoba yang dilakukan dapat dikatakan berhasil, karena memenuhi target terpenuhinya latensi/delay di bawah 100 ms (millisecond) yaitu tepatnya sekitar 66-86 ms, walaupun dalam kondisi mendung dan hujan gerimis. Nilai latency ini cukup optimal untuk pengiriman audio-video stream berbasis IP. Nilai latency tersebut juga jauh lebih bagus dibanding dengan penggunaan Geostationary Orbit (GSO) yang berdasarkan pengalaman TVRI selama ini masih di atas 200 ms. Untuk kapasitas pengiriman data, saat ujicoba dapat diperoleh kapasitas bandwidth maksimal yang dapat digunakan sekitar 10Mbps/10Mbps untuk Uplink dan Downlink (UL/DL), sesuai dengan paket penggunaan yang disepakati.

Dari sisi komersial, juga dimungkinkan skema gabungan antara CAPEX dan OPEX yang jauh lebih cost effective dibandingkan penggunaan Satellite News Gathering (SNG) untuk pemakaian occasional.

Untuk dapat terpenuhinya kondisi teknis yang stabil, syarat mandatory yang diperlukan, yaitu antenna harus LOS ke udara, serta open sky 10m sisi kanan dan kiri, ke arah utara dan selatan. Dari mulai instalasi, pointing sampai didapati koneksi internet stabil, hanya perlu waktu sekitar 2-3 menit. 

Menurut informasi TM, sistem ini juga diklaim masih bisa beroperasi dengan baik saat user terminal dibawa berkendara / bergerak (mobile) dengan kecepatan sampai dengan maksimal 40-50Km/jam.

 

Penulis: Agustinus Dimas Angga

Penyunting: Chaerini

 

Terbaru dari Instagram